Bang Maman Dari Kali Pasir, Bukan Pendidikan Seksualitas
written by muslim-women-sexuality
at Saturday, June 2, 2012
" Bang Maman adalah pedagang buah di Kali Pasir. Bang Maman mempunyai anak perempuan bernama Ijah dan berkata ingin menjodohkannya dengan Salim anak Pak Darip orang kaya di Kali Pasir. Tak lama setelah Salim dan Ijah menikah, Pak Darip meninggal dunia. Pak Darip meninggalkan harta warisan berupa kebun yang sangat luas kepada Salim.
Salim tidak bisa mengurus kebun peninggalan ayahnya, dan minta Kusen mengurusnya. Istri Kusen mempunyai rencana jahat, dia meminta suaminya menjual kebun Salim. Setelah kebun dijual mereka melarikan diri. Salim menjadi miskin, harta warisan ayahnya sudah habis. Akhirnya Salim berjualan buah di pasar.
Bang Maman mengetahui Salim telah jatuh miskin. Bang Maman ingin Ijah bercerai dengan Salim, karena Salim telah jatuh miskin. Ijah tidak mau, biar miskin Ijah tetap setia kepada Salim.
Akhirnya Bang Maman meminta bantuan kepada Patme supaya berpura-pura menjadi istri simpananSalim. Patme setuju atas permintaan Bang Maman. Kemudian Patme datang ke rumah Salim dan berbicara dengan Ijah. Patme mengaku sebagai istri Salim. Patme dan Ijah bertengkar. Ijah merasa kecewa dan marah kepada Salim.
Kemudian Salim memberikan penjelasan kepada Ijah, namun Ijah tidak percaya. Akhirnya Salim pergi meninggalkan Ijah.
Suatu hari Ijah berkenalan dengan Ujang. Ujang Adalah seorang perampok yang sudah lama dicari polisi. Dengan menyamar seperti orang kaya Ujang datang melamar Ijah. Lamaran Ujang diterima dan akhirnya Ujang dan Ijah menikah.
Pada saat pernikahan berlangsung datanglah polisi menangkap Ujang dan gentong. Mereka sudah lama dicari polisi karena sebagai perampok. Namun Ijah tidak tahu kalau mereka sebagai perampok. Mereka akhirnya dibawa ke kantor polisi dan Bang Maman sebagai saksi.
Polisi minta agar semuanya tenang. Dijelaskan oleh polisi bahwa yang ditangkap itu adalah buronan. Mereka ditangkap karena sering berbuat jahat. Mereka suka merampok dan menipu. Akhirnya pesta perkawinan berangsur-angsur bubar.
Pada halaman 31, di bagian akhir cerita ada hal 'Untuk Diingat' yang isinya sebagai berikut:
1. Nama-nama pelaku dalam cerita Bang Maman dari Kali Pasir ialah Maman, Ijah, Salim, Darip, Kusen, Patme, Ujang dan Gentong.
2. Pengalaman yang dapat diambil dari cerita Bang Maman adalah:
a. Sikap memanjakan anak mengakibatkan ia tidak bisa mandiri.
b. Orang yang bodoh mudah ditipu oleh orang lain.
c. Berbohong merugikan diri sendiri.
d. Orang jahat biar bersembunyi suatu saat akan ketahuan, dan akan mendapat hukuman.
Nilai luhur dalam cerita Bang Maman dari Kali Pasir adalah:
a. Manusia tidak boleh serakah
b. Menipu, mencuri dan merampok adalah perbuatan dosa
c. Jangan terpengaruh oleh bujukan setan
d. Kita harus mengasihi sesama
e. Jika berbuat baik kita akan selamat dunia akherat
f. Bersyukurlah atas semua nikmat yang diberikan Allah padamu
***
Masih ingatkah anda heboh LKS yang memuat tentang istilah istri simpanan?. Cuplikan di atas adalah penggalan cerita studi kasus di dalam LKS SD kelas 02, yang judul lengkapnya adalah Bang Maman Dari Kali Pasir. Saya sengaja masukkan cuplikan panjang kisah ini agar pembaca blog saya yang belum pernah membaca secara lengkap studi kasus ini bisa membaca langsung sehingga nyambung dengan analisis dalam tulisan saya.
Jika anda membaca cerita di atas, tentu komentar anda akan sama dengan komentar pada pembaca di berbagai media online. Isi dari kasus di atas dianggap tidak relevan untuk anak seusia SD. Atau anda mungkin akan berkomentar " apa gak ada cerita lain ya", " kok LKS anak SD sudah bicara masalah-masalah orang dewasa". Pada intinya anda tidak sepakat dengan isi cerita dalam LKS tersebut.
Mengapa publik sontak bereaksi terhadap cerita tersebut? Pertama, secara substansi tema cerita di dalam LKS memang menggambarkan tentang dinamika kehidupan orang dewasa, dimana problematika rumah tangga dan juga persoalan relasi dengan tetangga sangat kental, yang gak nyambung dengan konteks anak SD. Kemudian, cerita di atas memang secara vulgar menggunakan kata-kata yang misalnya istri simpanan, buronan, penjahat dan sebagainya, yang dipandang tidak pantas. Teks dari LKS di atas menurut saya tidak salah. TAPI tidak tepat untuk konteks belajar anak-anak SD. Jika kita mengenal tiga elemen pendidikan yaitu Guru, murid dan realitas yang berjalan, maka hendaknya realitas yang berjalan itu dimaknai sebagai realitas yang dekat dengan kehidupan anak-anak SD. Sehingga dalam konteks belajar tentang moral yang ingin diajarkan oleh cerita Bang Maman Dari Kali Pasir, anak-anak akan cepat menangkap karena realitas yang diambil adalah realitas yang dekat dengan mereka.
Apa realitas yang paling dekat dengan anak-anak SD? kita bisa bicara tentang persahabatan. topik-topik tentang keberagaman, tentang sikap toleransi, anti kekerasan, keadilan gender, saling tolong menolong tanpa membedakan golongan agama atau etnis tertentu, juga lebih pas dipakai di dalam buku pelajaran. Apalagi dalam kondisi masyarakat kita yang sedang prihatin karena ketegangan antar agama dan mengerasnya simbol-simbol keagamaan ditambah dengan sikap Intoleransi.
Kedua, pesan moral. Jika memang yang dimaksudkan oleh LKS ini menanamkan nilai-nilai kejujuran atau kebaikan, apakah harus menggunakan cerita yang jauh dari konteks anak-anak. Bukankah pesan moral sangat bisa disampaikan dalam cerita persahabatan atau perkawanan anak-anak. Anda pembaca blog saya bisa melihat antara substansi teks dengan nilai-nilai yang diharapkan akan ditanamkan oleh teks, sangat mengada-ngada. Karena untuk menunjukkan kebenaran atau kejujuran pada anak-anak, bisa sangat gampang dengan cerita anak-anak.
Ketiga, tema yang sedang diangkat oleh LKS tersebut juga bukan jenis pendidikan seksualitas yang benar. Bahkan jika dilihat dari substansi yang diangkat, teks tersebut juga tidak memberikan pendidikan tanggungjawab pada siswa karena teksnya sendiri lebih bersifat cerita diskriptif, tetapi tidak ada sebuah aplikasi nilai-nilai yang boleh dipanut. Pendidikan seksualitas memang perlu diberikan sejak dini. Bahkan sejak anak-anak mengenyam pendidikan pertama, maka pengenalan terhadap bentuk biologis tubuh manusia dan fungsi-fungsi reproduksi patut diperkenalkan. Yang jelas melalui sebuah pendekatan yang santun dan bertanggungjawab. Prinsipnya adalah mengenali tubuh adalah mengenali tanggungjawab kita sebagai perempuan dan laki-laki.
Kita saat ini gempar dengan bunyi teks LKS yang seperti Bang Maman dari Kali Pasir, TAPI kita diam seribu bahasa ketika membaca teks-teks anak-anak sekolah yang diskriminatif pada perempuan dan laki-laki. Bahkan, kita diam seribu bahasa ketika banyak teks-teks di buku pelajaran agama begitu kental nuansa diskriminasi terhadap orang-orang non muslim. Tidak jarang guru agama, menyebarkan tafsir kebencian terhadap agama lain, dan banyak dari kita yang diam membisu. Bahkan ada berapa banyak teks-teks bacaan anak-anak yang sarat dengan muatan kekerasan. Dan anehnya kita tidak bereaksi seheboh kasus LKS ini.
Saya mengamati, publik sangat sensitif dengan hal-hal yang nyerempet persoalan seksualitas. Wacana istri simpanan di dalam teks ini dijadikan tuduhan, bahwa ini tidak layak.Tetapi, saya melihatnya berbeda. Saya lebih melihat bahwa keterperanjatan publik dengan wacana istri simpanan, karena ini tidak pantas diwacanakan di media pendidikan. Apalagi untuk anak-anak SD. Bukan saja pemakaian istri simpanan yang membuat publik marah, tapi ada praktek seksual permisif yang marak di kalangan figur publik yang perlu ditutup-tutupi. Tapi apakah dengan cara begini memberikan pelajaran pada anak-anak tentang dinamika seksualitas orang dewasa? Mengapa selalu hal-hal yang nyerempet pada seksualitas membuat heboh? Mengapa bukan hal-hal yang bisa meruntuhkan bangunan nasionalisme bangsa yang harus diwaspadai? Ini karena orang ingin menyeret persoalan seksualitas itu di wilayah privat dan terkerangkeng dalam sudut gelap yang tak terjamah oleh siapapun? Sehingga upaya untuk mempublikkan wacana seksualitas, bisa dituduh tidak normal atau melenceng dari norma-norma yang berlaku. Seksualitas bukan persoala biologis, tapi ini persoalan konstruksi sosial, budaya, dan politik yang mengatur perempuan dan laki-laki secara seksual. Jadi, waspadalah ! ***









[get this widget]