Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

Lady Gaga: Nasionalisme V.S Sensualitas  

" Lady Gaga boleh menggelar konser di Tanah Air asalkan pakaian, koreografi dan lirik lagunya digubah". Begitulah hasil kompromi antara pihak kepolisian Republik Indonesia dengan panitia konsep Lady Gaga. Mungkin sebagian dari anda lega dengan hasil negosiasi tersebut, tapi bagi saya ini adalah keputusan bingung antara mempertahankan identitas bangsa dengan  pencitraan Indonesia sebagai negara yang ramah bagi siapa saja. Melalui fenomena penolakan Lady Gaga inilah, saya ingin mengambil sedikit ruang refleksi untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang setiap tahunnya diperingati pada tanggal 20 Mei. 

Nasionalisme dan Sensualitas, memang dua topik yang tidak nyambung. Namun, menarik untuk melihat lebih dalam kedua kata tersebut dalam konteks perdebatan boleh dan tidaknya Lady Gaga manggung di Tanah Air. Kalau saya bertanya pada anda pembaca blog ini, alasan apa yang membuat polri dan sebagian dari kelompok-kelompok masyarakat menolak hadirnya konser Lady Gaga? Pertama, saya kira orang melihat Lady Gaga sangat identik dengan penampilannya yang nyentrik dan sensual. Bahkan di beberapa show nya tidak jarang sang bintang ini memamerkan bagian-bagian tubuhnya yang menurut sebagian orang tidak layak, karena melanggar tradisi ketimuran. Agak sulit memang mendiskripsikan seperti apa adat Timur itu. Dalam tulisan saya kali ini, saya juga tidak tertarik untuk menjawab apa itu adat Timur. 

Layak dan tidak layak dalam penampilan Lady Gaga, tentunya sangat dekat dengan standard kelayakan itu sendiri. Standard yang dipakai oleh Lady Gaga adalah standard layak di mana seseorang berpenampilan tidak bisa dipisahkan dari konteks di mana pakaian atau gaya seseorang diatur. Yang paling gampang adalah ketika kita harus memakai pakaian renang di kolam renang. Maka yang tidak memakai pakaian renang dilarang untuk terjun ke kolam renang. Kecuali tidak ketahuan penjaganya. Anyway, Aturan memakai pakaian renang tidak pernah didiskripsikan tentang apa yang boleh dan tidak boleh kelihatan. Semua bisa ditafsirkan sesuai dengan rasa seseorang. Bahkan, untuk menjaga rasa Islami, perusahaan pakaian renang akhirnya harus memproduksi pakaian renang untuk muslimah, dengan konsep tertutup rapat dari ujung rambut sampai kaki. Intinya fungsinya untuk renang. 

Lantas hubunganya dengan Lady Gaga apa? Kostum, gaya panggung dan lirik yang di setting untuk Lady Gaga itu dilakukan pada sebuah pagelaran seni atau konser. Jadi konteksnya ya konser itu. Jika sebuah aturan terpaksa harus diberlakukan, sah-sah saja. Apalagi kalau penentuan standard itu diambil dari standard norma lokal. Tapi sampai mana batasannya? Ini yang sulit, karena sesualitas sendiri sangat subyektif. Seseorang memiliki batasan sesuatu itu sensual atau tidak ditentukan oleh pengalaman masing-masing. Karena setiap individu akan berbeda. Kalau sudah begitu, sangat sulit untuk mengambil standard. apalagi kalau sudah atas nama kreatifitas dan seni. Tentunya ini bagian dari pembatasan. Tapi, jikapun terpaksa harus diberlakuktan standard kesantunan lokal, hemat saya, Ini tidak  sampai standard itu menurunkan daya kreatifitas. Kita juga harus ingat bahwa  Lady Gaga itu tampil di panggung, sehingga konteks menghibur, kretifitas dan imaginasi dunia hiburan tidak kehilangan rohnya.  

 Kita sering terjebak berpikir blaiming victim. Dalam hal ini, Lady Gaga diposisikan salah dalam hal berpakaian, bergaya di panggung dan juga membawakan lirik-lirik yang disangka "membangkitkan nafsu". Tapi kita tidak pernah menyalahkan orang yang berpikiran mesum atau orang yang mudah menyerang orang lain atau melakukan pelecehan seksual. Mungkin gak ya, kalau standard kesantunan itu juga diterapkan pada orang-orang yang menonton konser Lady Gaga? Karena posisi Lady Gaga itu penghibur, tapi bukan berarti sah untuk diserang, atau dilecehkan. Jika kita bisa berpikir demikian, maka yang bicara adalah sistem agar pelecehan itu tidak terjadi. Ya, yang nonton harusnya memakai standard santun orang Timur, yang tidak akan berbuat onar atau pelecehan sebagai respon dari penampilan Lady Gaga.

Penerapan standard kesopanan ini, saya curigai sebagai bagian dari menunjukkan rasa nasionalisme kita terhadap rasa ke-Indonesia-an. Bicara tentang nasionalisme memang bisa diekspresikan melalui berbagai media. Seni juga jadi media ampuh merefleksikan nasionalisme kita. apakah salah membatasi performa  Lady Gaga? Tidak ada yang salah, jika memang ide dasarnya adalah membuat stardard lokal Indoensia. Tentunya ini tidak bisa hanya diperlakukan pada Lady Gaga, performa lainnya juga harus mengikuti standard ini.  dan tentunya bicara tentang nasionalisme, juga harus meliputi semua aspek kehidupan kita. Kebijakan negara membuka perdagangan bebas dengan Cina, menurut saya jauh lebih menghawatirkan ketimbang Lady Gaga. Karena kebijakan perdagangan bebas akan melumpuhkan pedagang lokal dan mematikan potensi lokal untuk secara mandiri berjaya di negeri sendiri. Jadi, Ada hal yang lebih penting dari sekedar mengurusi Lady Gaga. Ayo waspada. Kita sibuk bicara Lady Gaga, tapi aset-aset bangsa dikeruk oleh kepentingan asing yang menggunakan pemerintah yang korup sebagai jembatannya. ***


[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment