Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

Kesehatan Reproduksi dan Seksual; Jangan Luput dari Post 2015  

Masih dalam semangat menyongsong model pembangunan Paska MDGs. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mengundan perwakilan dari daerah-dearah untuk berbagi pengalaman konkrit tentang model pembangunan nasional dan daerah. Target utama adalah bagaiman suara-suara perempuan memberikan catatan penting pada pencapaian MDGs yang diklaim "on the tract" oleh pemerintah RI. 

Ibu Atas, dari PKBI memberikan catatan penting pada kesadaran masyarakat dan pengambil kebijakan pada persoalan kesehatan dan hak-hak reproduksi dan seksual, yang sering dipinggirkan di dalam pembangunan karena dianggap tidak penting. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan juga Angka Kematian Bayi telah memberikan warning pada pemerintah Indonesia untuk melihat kembali implementasi dari MDGs. Juga masalah akses pelayanan reproduksi yang semakin sulit. Contohnya Aborsi. Saking takutnya, para pengambilan kebijakan cenderung menyembunyikan kata-kata aborsi karena dianggap tabu dan tidak perlu dibicarakan apalagi dipraktekkan. 

Meskipun di dalam UU Kesehatan nomer 36 tahun 2009, memberikan dukungan atas aborsi aman karena pertimbangan kesehatan ibu dan juga kasus perkosaan. Sayangnya pasal ini tidak lagi dianggap penting. Ini terbukti dari dihilangkannya pelyanan post abortion yang dulu diadakan di rumah sakit sebagai jawaban tingginya praktek aborsi tidak aman yang dilakukan oleh tenaga tidak terlatih. Saat ini, jika ada pendarahan pada kasus aborsi tdak aman, perempuan sulit mau merujuk kemana, karena layanan paska aborsi tidak ada lagi. 

Ibu Atas juga memberikan warning pada kita semua atas program "Safari KB" yang menurutnya tidak dilakukan dengan hati-hati. Tenaga ahli pemasang KB bukanlah dokter yang memiliki perspektif Kespro. Dokter yang dipakai adalah dokter militer, yang dalam satu hari bisa melayani ratusan perempuan untuk melakukan pemasangan alat kontrasepsi. Dalam penelitiannya Ibu Atas menemukan bahwa beberapa kasus malpraktek dari program ini tidak tertangani dan akhirnya harus dirujuk ke rumah sakit sendiri. Juga, pihak pemilik program dan dokter yang terlibat tidak bertanggungjawab.

Tingginya kasus unwanted pregnancy atau kehamilan di usia remaja, juga menunjukkan bahwa akses informasi tentang pemahaman kesehatan dan hak-hak reproduksi dan seksual mengalami defisit. Anak remaja dibloking dari akses ini. Pendidikan seks di sekolah dicurigai sebagai pendidikan pornografi. Padahal, semakin sejak awal pihak sekolah memberikan informasi yang benar dan juga lingkungan keterbukaan berdialog tentang Kespro, semakin menolong anak-anak remaja untuk belajar menghormati tubuhnya sendiri dan juga tubuh orang lain. 

Post 2015 Development Agenda, sudah seharusnya tidak lagi meninggalkan problem kesehatan dan hak-hak reproduksi dan seksual. Ini harus jadi prioritas penting karena persoalan menyangkut tentang Kespro sangat real dan bisa jadi ancaman baru bagi generasi muda bangsa. Budget untuk Kesehatan reproduksi dan seksual juga harus diadvokasi kalau tidak mau lepas dari concern pada pengambil kebijakan***


[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment