Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

Eyang Subur dan Wacana Sexualitas  

Sudah 3 bulan terakhir ini media Indonesia digegerkan oleh kemunculan Eyang Subur yang fenomenal. Bukan saja persoalan kedekatan Eyang Subur dengan para artis ibu kota dan juga kelompok Srimulat. Juga bukan saja karena konflik personal Eyang Subur dengan Keluarga Adi Bing Slamet. Tetapi, ada elemen lain yang menurut kaca mata saya cukup menarik untuk diangkat dan bahkan dianalisis yaitu wacana seksualitas diseputar kemunculan Eyang Subur. Saya tertarik untuk mengangkat diskursus ini dalam sebuah cara pandang saya sebagai seorang social scientiest. Bagaimana wacana seksualitas direkonstruksi dalam kasus Eyang Subur? 

Sosok eyang sebagai guru spiritual menurut banyak kesaksian yang dipublikasikan oleh media memang banyak kejanggalan yang diungkapkan oleh para korbannya. Tetapi saya lebih menyoroti praktek poligami Eyang Subur yang tidak banyak diekspose oleh media. Menurut media, saat ini Eyang subur tinggal bersama 9 orang istri mereka yang dikawini tentu saja dengan cara agama, atau orang biasa menyebutnya "siri". Beristri 9 dalam konteks pernikahan di Indonesia tentu tidak biasa. Bahkan ulama sekonservatif apapun akan mengatakan tidak boleh. Karena batasan istri dalam Islam itu ada 4 orang. Isu beristri lebih sembilan inilah yang juga oleh MUI dikatakan melenceng dari syariat Islam. 

Yang menarik adalah ketika isu seksualitas diangkat, maka saya melihat pergeseran keperpihakan orang maupun para ulama tidak lagi pada Eyang Subur. Mengapa? Sangat jelas dalam konteks moralitas, Eyang Subur dianggap menyelewengkan ajaran Islam yang hanya kompromi dengan istri 4 orang. Jelas saja, kelompok konservatif sangat tidak menundukung praktek ini. Bahkan MUI mengkategorikan sebagai penyimpangan dari ajaran Islam. Kemudian, kita juga melihat bahwa sebagaian masyarakat kita percaya bahwa Islam itu hanya mengijinkan praktek monogami. Dalam hal ini saya sebagai feminist muslim sangat mempercayai bahwa hanya perkawinan monogami yang disetujui oleh Al=Quran akrena di dalam permisifitas 4 orang istri bisa dikawini, Qur'an mensyaratkan "adil" sebagai nilai utama bagai yang menjalankan praktek poligami. SEbagai manusia, sulit sekali mencapai pada titik adil yang tidak hanya pada sisi materi tapi juga perasaan. Apapun posisinya, jelas kelompok konservatif dan progresif menemukan kesepakatan bahwa Eyang Subur tidak benar. 

Disadari atau tidak, guliran isu seksualitas lantas mengiring pada isu moralitas. Sekali lagi moralitas yang disandarkan pada seksualitas, akan sangat mudah untuk dipakai sebagai alat menjatuhkan siapapun. Kita masih sangat ingat sekali calon hakim yang membuat guyonan tentang perkosaan, harus mengalami nasib menydihkan dicoret dari pencalonannya sebagai hakim, karena amukan massa. Ingatan kita juga masih segar dengan bupati Garut Aceng yang diturunkan oleh massa karena menikahi perempuan dibawah umur dan kemudian dicerai. Sekarang, kembali isu seksualitas dipakai untuk menggoyang posisi Eyang Subur yang memang secara real, telah melecehkan perempuan Indonesia dan saya rasa publik tidak lagi melihat persoalan Eyang ini sebuah pertikaian personal dengan Adi Bing Slamet. Klu KITA (baca: Massa) dengan kekuatan moralitas seksualitas bisa membungkam dua publik figur kita sebelumnya, mengapa tidak dengan senjata yang sama, kita harus suarakan secara bersama bahwa praktek poligami Eyang Subur bagian dari ancaman moralitas bangsa dan kita harus cegah. Jadi nunggu apa lagi? ***

Jika ingin gabung dengan gerakan ini silahkan hubungi dwiruby@yahoo.com 


[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment