Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

Poligami Eyang Subur, Dimana Peran Negara?  

Baru saja menyaksikan show Just Alvin, mengungkap kehidupan poligami Eyang Subur dengan menghadirkan semua ke tujuh istrinya dan juga anak sulung mereka. Tidak seperti biasanya Acara Just Alvin selalu memberikan sisi padang berbeda dari sebuah kasus yang menjadi news maker ditanah air dalam beberapa bulan ini. Mengapa saya katakan berbeda, karena saya merasa tidak mendapatkan sisi kejujuran si bintang tamu untuk bertutur apa adanya. Dari kesan show berdurasi satu jam ini, saya merasa praktek poligami Eyang Subur ini seolah ingin diberikan makna berbeda dari model praktek poligami sebelumnya. Terus terang saya sangat khawatir, apalagi negara masih diam dengan praktek ini dan masyarakat sipil juga terlalu hati-hati untuk menyatakan sikap, terutama gerakan perempuan. 

Penting rasanya sebagai masyarakat sipil untuk segera merespon praktek ini karena sudah mengarah pada legitimasi palsu bahwa poligami dengan dalil keadilan bisa diterima di Indonesia. Sebagai warga negara dan juga perempuan muslim, saya punya kepentingan untuk melawan arus ini, agar tidak jatuh pada kesalahpahaman yang semakin meruncing, apalagi menggunakan legitimasi agama. Terlebih lagi memberikan keyakinan baru pada generasi muda bahwa poligami itu wajar dan bisa diterima. 

Betapapun para istri-istri Eyang mengakui bahwa motif pernikahan mereka dengan Eyang lebih condong pada latar belakang "menolong" dan "menyelamatkan" dan ingin mempertahankan. Untuk sebuah konsistensi nilai, tetap saja ini bagian dari konsistensi kita sebagai masyarakat sipil Indonesia yang percaya bahwa poligami bukan dianjurkan di dalam Islam atau hukum negara kita, maka segala motif yang melatarbelakangi akan dipertimbangkan. Tapi, praktek poligami sendiri tidak dibenarkan karena segala aturan yang ada. " Nanti meskipun sebagian dari kami (istri-istri) Eyang ini akan diceraikan, tetapi kami sudah punya komitmen untuk tetap tinggal satu rumah. Karena ikatan persaudaraan kita sudah dibina sejak lama," ucap Heri, Istri pertama Eyang. 

Melalui blok ini, saya ingin mempertanyakan peran negara? Mengapa masalah ini dibiarkan? Jikapun para istri diceraikan, tetap saja mereka harus dinafkahi selama mereka belum mandiri. Dan mantan suami tetap harus membiayai pendidikan anak hingga selesai. Jadi, seharusnya ini tidak jadi alasan para istri terpaksa memilih tetap tinggal dan tidak mau bercerai, karena mereka tidak akan kehilangan jaminan material dari mantan suami untuk menjamin kehidupan mereka dan anak-anaknya. ***




[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment