Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

Jihad Al-Nikah (Jihad Seks), sebuah kemunduran beragama  

Jihad Seks. Tentu saja berbeda sekali dengan definisi jihad pada umumnya. Jika jihad dipahami sebagai perjuangan membela Tuhan dan ajarannya, maka jihad seks yang dimaksudkan disini adalah dukungan seksual kepada para laki-laki yang dianggap pejuang jihad. Dukungan seks yang dimaksdukan adalah pelayanan seksual secara gratis yang diberikan oleh sekelompok perempuan-perempuan untuk laki-laki yang sedang berperang di Syria. Tentu saja ini bukan terjadi begitu saja. Salah satu sebuah media berita Jafria News, menegaskan bahwa Jihad Seks dipicu oleh himbauan dari seorang ulama Salafi Sheik Al-'Ajlawni yang mengumumkan sebuah fatwa tentang diperbolehkannya seorang perempuan memberikan pelayanan pada mujahidin yang sedang melawan tentara Amerika. 

Tentu saja berita ini mengejutkan banyak orang. Karena sebelumnya fatwa serupa juga disampaikan oleh Mohamed Al'Arifi, salah satu umana Salafi di Saudi Arabia dengan mengijinkan kawin mutah untuk pada mujahidin. Mengapa saya tertarik ingin mengulas topik ini? Pertama, ada sebuah pergeseran yang cukup penting dari peristiwa ini. Di dunia Islam, kawin mut'ah memang menimbulkan pro dan kontra. Bahkan kelompok sunni sangat menentang praktek ini karena dianggap seperti pelacuran berkedok agama. Ini karena nikah mut'ah atau temporary marriage cenderung dipahami sebuah mekanisme menghalalkan hubungan seks. Tidak dilihat secara utuh konteks diperbolehkannya. Kunjungan saya ke Iran untuk mengklarifikasi pratek ini yang memang ada di Civil Code di Iran. Tetapi mereka sangat mensyarakatkan persyaratan mahar dan tidak dalam waktu hitungan hari. Nikah mut'ah di Iran juga memberikan hak pada istri untuk membelanjakan harta mahar mereka. Meski demikian praktek ini kemudian menipis karena dianggap tidak secure dan banyak merugikan perempuan. Anehnya, jika dulu pengikut Shia dihujat karena praktek nikah mut'ah, sekarang mekanisme ini justru dipromosikan oleh ulama sunni totok atau Salafi untuk kepentingan perang. Pergeseran ini yang menarik untuk dicermati. Mengapa? Saya melihat ini hal yang praktis saja dan perlu dicarikan legitimasinya di dalam tradisi muslim. Di tradisi suni tidak ada nikah mut;ah yang ada adalah nikah siri. olehkarenanya karena hanya di shia yang memiliki tradisi ini, maka ulama perlu memberikan legitimasi sehingga praktek ini bisa dipakai sebagai cara alternatif. Ironisnya, praktek ini dianggap syah untuk diadopsi, tetapi kondisi minoritas shia di berbagai belahan dunia seperti Pakistan, Afghanistan, Irak, Malaysia, Indonesia, mereka mengalami diskriminasi dan kekerasan karena dianggap sesat. Salah satunya krena mempercayai praktek nikah mut'ah. 

Kedua, saya sangat tertarik mencermati hal ini karena tentu saja ada hubungannya dengan mobilisasi perempuan untuk kepentingan sesaat. Komersialisasi tubuh perempuan dengan menggunakan jastifikasi agama. Itu yang saya lihat. Konstruksi Jihad yang dianggap suci, menghalalkan semua cara termasuk praktek nikah mut'ah yang dianggap pelacuran berkedok agama. Kepentingan pragmatis kebutuhan seksual para mujahidin, dijadikan alasan pembenaran kebutuhan seksual. Yang dirugikan adalah perempuan. Menteri Tunisia juga terperangah dengan adanya pengakuan para perempuan muda yang pergi untuk Jihad Seks dan pulang membawa janin. Lantas siapa yang bertanggungjawab atas janin mereka? 

Praktek jihad seks tentu saja bukan saja merugikan perempuan, tetapi juga mengancam dan mengikis kesucian konsep jihad itu sendiri yang kemudian menjadikan imun dan tidak dipercaya lagi. Kesucian Jihad ini juga bisa berdampak pada pengikisan kesucian ajaran Islam. Kalau sudah begini sebenarnya siapa yang sedang memundurkan Islam. Para modernist atau salafi itu sendiri? *** 








[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment