Politicizing Sexuality
Kali ini saya ingin mengambil tema politisasi sexualitas. Masih hangat dalam ingatan kita beberapa kasus peredaran video "hubungan intim" yang dilakukan oleh artis Ariel, Cut Tari, dan Luna Maya. Kita juga disentakkan oleh beberapa peredaran video "hubungan intim" di antara anak-anak sekolah. Dan baru saja publik digegerkan dengan beredarnya video hubungan intim dari salah satu anggota DPR RI.
Dari semua kasus peredaran video "hubungan intim", publik selalu memberikan penilaian minor. Mengapa? Pertama, karena menyoroti hubungan intim di luar nikah. Dimana di dalam agama manapun dan budaya manapun tidak mempunyai sandaran legitimasinya. Saya tidak mau terjebak pada pembahasa "boleh" dan "tidak boleh" . Karena menurut saya agama mempunyai standard nilai yang dibangun dari berbagai konsekuensi seks di luar nikah. Tetapi saya ingin mengembangkan argumentasi bahwa ada banyak konsekuensi dari seks di luar nikah. Beberapa konsekuensi seks di luar nikah saya rasa sudah banyak dibahas seperti kondisi psikologis, kehamilan yang tidak diinginkan yang berdampak serius pada kesehatan reproduksi. Ketidaksiapan remaja memasuki dunia pernikahan juga membuat kondisi semakin runyam. Jadi, pilihan diserahkan pada yang bersangkutan. Saya juga ingin menggambarkan konsekuensi lain hubungan intim di luar nikah bagi pasangan yang sudah dalam ikatan perkawinan.
Satu hal yang penting kita renungi adalah pecahnya hubungan sisterhood diantara perempuan. Ikatan sisterhood ini yang menghubungkan satu perempuan dengan perempuan lainnya, sehingga harusnya tidak dihancurkan karena keinginan sesaat. Saya tidak menyatakan bahwa perselingkuhan itu dosa atau tidak. Saya lebih suka membangun argumentasi bahwa ada pihak yang dirugikan dalam konteks ini. Secara fitrah manusia lebih nyaman dengan hubungan monogami. Bagaimana sebuah hubungan yang sudah tidak dilandasi dengan cinta lagi? Jawabannya mudah. Selesaikan dulu hubungan dengan pihak ke dua. Artinya menggunakan jalur hukum. Baru kemudian menjalin hubungan baru. Ini juga sama berlakukan dengan hubungan poligami yang dalam pandangan saya banyak merusak ikatan sisterhood diantara perempuan. Patriachal akan mencari semua cara untuk melumpuhkan bangunan sisterhood karena kekuatan sisterhood adalah kekuatan alam. Yaitu kekuatan penjaga kehidupan dan kedamaian.
Jika memang demikian adanya, bukan sexualitas yang disalahkan. Tapi niat yang menjadikan seksualitas ini menjadi negatif di mata banyak orang. Justru banyaknya kasus unwanted pregnancy di kalangan anak muda, harus diimbangi dengan pendidikan seksualitas yang bagus. Sehingga setiap anak-anak perempuan tahu bagaimana nilai dari tubuhnya, dan anak-anak laki-laki tahu bagaimana respek pada tubuhnya dan tubuh perempuan. Politisasi seksualitas akan merugikan banyak orang. Generasi mudah butuh dibukakan akses tentang informasi seksualitasnya selebar-lebarnya, agar dia mendapatkan informasi yang benar. sementara yang terjadi orang dewasa berusaha mempolitisasi seksualitas sehingga menjadi sesuatu yang taboo untuk didiskusikan.
Kedua, hubungan intim tidak selayaknya didokumentasikan karena itu adalah wilayah privasi. apalagi disebarluaskan. Saya sendiri berpikir mendokumentasikan hubungan intim bukanlah hal yang harus dilebih-lebihkan. Tapi menyebarkan dokumentasi orang secara sengaja adalah bagian dari pembunuhan karakter menggunakan isu seksualitas. dalam bahasa lain ini yang saya sebutkan dengan politicizing sexuality (politisasi seksualitas). Karena moralitas tertinggi disandarkan pada prilaku seksual, maka politisasi seks akan mendapatkan angin segar. Ketenaran dan sekaligus kejatuhan akan dengan gampang terjadi. Di Indonesia, seseorang yang terjerat kasus korupsi jauh dianggap lebih "safe" dibandingkan dengan seseorang yang terlibat skandal seks. Padalah moralitas harus ditegakkan pada konteks apapun. Korupsi melanggar moralitas bangsa karena merugikan negara dan menelantarkan hidup rakyat. Perselingkuhan juga melanggar moralitas negara karena mencederai hubungan monogami dan juga sisterhood dan broterhood. Kita butuh setiap individu bangsa mempunyai tanggungjawab penuh pada apa yang dilakukan. Artinya melihat dampak pada orang lain, masyarakat, dan juga negara. Jadi, semua yang berakibat pada pelanggaran hak-hak dasar manusia adalah melanggar moralitas kemanusiaan. ***
[get this widget]