Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

"Duduk Kangkang", Aturan Bias Gender dan Orang Miskin?  


Pemerintah Kota Lokseumawe berencana mensosialisasikan aturan terkait dengan posisi duduk perempuan Aceh pada saat dibonceng motor yaitu duduk menyamping. "duduk kangkang" dianggap kurang Islami. Aturan ini menuai banyak protes baik dari perempuan Aceh sendiri maupun dari tingkat nasional. Pasalnya, aturan tentang "duduk kangkang" ini seperti geledek di siang yang terik. Tidak relevan dan bahkan tidak menyumbangkan pada kemaslahatan umat. 

Dampak yang paling dirasakan oleh para perempuan Aceh di kota Lokseume akibat dari aturan ini adalah ketidaknyamanan dan keselamatan para perempuan yang dibonceng. Anda bisa bayangkan dalam 2 jam duduk di atas motor dalam posisi menyamping. Karena saya juga pernah merasakan duduk menyamping, yang paling terasa pegel adalah kaki dan paha. Bahkan posisi menyamping tidak kuat menyangga badan kita agar tetap steady di atas motor. Begitu turun dari motor, yang terasa adalah kaki kesemutan dan capek banget. Anda juga bisa bayangkan, jika perempuan juga harus menggendong anak mereka. Karena motor adalah kendaraan paling digemari di negara ini, apalagi di pedesaan, dimana infrastruktur dan fasilitas kendaraan umum tidak memadai, maka masyarakat lebih memilih menggunakan motor. Bayangkan jika keluarga yang hanya punya moda transportasi motor, dan mempunyai 2 anak, bisa dibayangkan repotnya duduk menyamping pada saat dibonceng sepeda motor. Saya keberatan sekali dengan aturan ini, juga karena kebanyakan yang dibonceng itu para perempuan. 

Kedua masalah keselamatan. Posisi duduk yang tidak steady di atas motor sangat berpeluang jatuh dari motor. Apalagi jika ada anak yang harus dipegang oleh seoarng ibu yang dibonceng, maka baik anak dan ibu bisa saja terjatuh di motor karena kondisi infrastuktur yang kurang baik, atau karena kecepatan motor. 

Aturan ini juga jelas-jelas diperuntukkan pada perempuan dan orang miskin. Karena pemilik motor kebanyakan adalah  keluarga miskin dan kebanyakan perempuan yang dibonceng. Kita juga tahu kalau masyarakat kelas bawa justru mereka mobilitasnya tinggi untuk mencari income, sehingga perempuan-perempuan yang bekerja di pasar, kebun, dan juga ibu rumah tangga yang memerlukan perempuan lain untuk membawa belanjaan atau hasil kebun dengan otomatis terdampak dari aturan ini. Karena hanya dengan dudung kangkang lah perempuan lain yang dibonceng mereka bisa membawa barang bawaan lebih banyak dan lebih steady selamat sampai tujuan. 

Para pengambil kebijakan di kota Loseumawe harusnya mengkaji terlebih dahulu kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari aturan tentang duduk kangkang saat dibonceng motor ini. Bukan saja ini cerminan dari perspektif yang biar gender dan tidak ramah pada orang miskin, juga aturan ini sebuah pentunjuk yang jelas bahwa kredibilitas dan kemampuan para pengambil kebijakan di kota Lokseumawe sangat terbatas, defisit skill kepemimpinan dan tidak sensitif terhadap perempuan dan orang miskin.  ***


[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment