Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

Hukuman Mati bagi Penjahat Seksual  

Darah saya berdesir hebat dan emosi mengemuka membaca berita bahwa Pelaku kejahatan seksual yang menimpa RI, anak 10 tahun yang meninggal dunia karena kerusakan otak akibat perkosaan yang dilakukan oleh ayahnya sendiri. Berita ini tentu saja bukanlah yang pertama dalam sejarah pemerkosaan yang dialami oleh anggota keluarga sendiri. Yah...kita sudah sering disuguhi dengan kasus-kasus serupa dimana seorang bapak kandung memperkosa anak gadisnya sendiri, atau paman memperkosa keponakan, tetangga melakukan pencabulan pada anak-anak. Secara akal sehat memang ini tidak bisa dinalar, tetapi ini benar-benar terjadi. 

Data Index kejahatan dari Mabes Polri menunjukkan bahwa angka kekerasan meningkat dari 1553 kasus pada tahun 1989 menjadi 1548 kasus pada tahun 1990. Sedangkan menurut catatan KOMNAS Perempuan dan 39 lembaga pemerhati kekerasan seksual melansir data bahwa 4335 kasus,  dimana sebagian besar 2937 kasus terjadi di ruang publik. Ini data yang terlamporkan. Kita bisa bayangkan berapa banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan baik ke pihak kepolisian maupun ke pihak pendamping kasus-kasus kekerasan seksual. 

Kalau pada tulisan saya sebelumnya saya menjawab masalah mengapa kekerasan seksual ini bisa terjadi, maka saat ini saya ingin menjawab persoalan mengapa seorang ayah memperkosa anaknya sendiri? tentu saja analisis yang saya suguhkan disini sangat subyektif dan menggunakan perspektif korban. Menurut saya ada beberapa alasan.

Pertama, budaya patriarki yang memberikan privilages pada laki-laki "power over" terhadap perempuan. Konstruksi laki-laki sebagai "pemimpin" di keluarga dan masyarakat, kemungkinan memprovokasi beberapa laki-laki untuk menunjukkan power mereka dengan cara-cara kekerasaan. Ketika perempuan berdaya, maka laki-laki harus mencari cara untuk bagaimana mempertahankan ego dia sebagai penguasa. Sangat dimungkinkan kalau kemudian ekspresi marah, cemburu, dan ingin menunjukkan kekuasaannya dilakukan dengan cara-cara negatif, karena diposisikan dalam kondisi yang "kalah". Cara berpikir bahwa laki-laki harus segala-galanya ini harus segera dijauhkan dari benak kita semua. Bahwa, laki-laki dan perempuan adalah makhluk Tuhan yang memiliki kelebihan dan kekuranangan sehingga harus bekerjasama.

Kedua, apa yang terjadi di dalam rumah adalah masalah rumah tangga yang orang lain tidak perlu mencampuri. Karena ruang perkosaan di ranah domestik, maka biasanya baik pelaku maupun korban sama-sama tidak mau mengungkapkan ini. Mereka memendam ini sebagai bagian dari takdir mereka. Si pelaku tentu saja sangat girang dengan kondisi ini karena dia bisa melakukan niat jahatnya tanpa ada intervensi dari luar. Bagi korban dia harus menaggung derita seumur hidup. Termasuk istri pelaku yang adalah ibu dari korban. Bisa dibayangkan kerumitan yang akan terjadi. Karena kejadian ini dianggap aib dan memalukan, maka korban cenderung tutup mulut dan bingung mau bicara kemana karena jika bicara pada ibunya dia bisa disalahkan atau tidak dianggap karena mungkin dianggap menjelek-jelekkan bapak mereka. Tapi, jika bicara di luar maka takut dianggap mencemarkan nama bapak sendiri dan keluarga. Perubahan drastis pada anak bisa dilihat dari sikap yang ceria jadi murung dan cenderung menutup diri.

Ketiga, orang tua merasa anak itu investasi mereka. Artinya bahwa anak dianggap bagian dari properti mereka yang bisa diperlakukan dengan cara sesukanya. Seorang bapak yang tega memperkosa anaknya sendiri mungkin menganggap bahwa anak bukanlah individu bebas yang punya hak dan menginginkan pula hak-haknya dihormati dan dipenuhi oleh keluarga dan masyarakat untuk terbebas dari kejahatan seksual. Karena anak dianggap properti, maka orang tua ingin properti ini tidak jatuh pada orang lain. Dan mereka ingin menikmati properti tersebut. Padahal ini cara pandang yang membahayakan hidup si anak. Bukankah anak adalah titipan. Dimana orang tua wajib menjaganya dan melindunginya. Jika, seorang bapak sudah tidak bisa menjaga kehormatan anaknya, kemungkinan besar dia juga tidak bisa menjaga kehormatan dirinya dan keluarga. 

Karena dampaknya yang begitu memilukan, maka sudah selayaknya jika pelaku kejahatan seksual seperti ini dihukum seberat-beratnya kalau pelru hukuman mati. Alasannya sangat sederhana bahwa kejahatan seksual bukan terjadi begitu saja, tapi ini direncanakan dengan baik dan dilakukan dengan sadar. Sehingga wajar kalau saya menuntut pelaku kejahatan ini dihukum mati. Ini setimpal dengan perbuatannya yang memberangus kehidupan korban, baik secara lahirian dan batiniah. ***




[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment