Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

Menikah itu Rekreasi  

"Menikah itu sebenarnya banyak ditujukan untuk rekreasi dibandingkan untuk prokreasi" begitu Kyai Husein Muhammad, salah satu ulama Muslim progresif saat mengajarkan Kitab Mamba'us Sa'adah yang dibeda di Rahima pada 25 Juli 2013. Statemen di atas tentu saja didukung oleh bukti-bukti otentik di dalam teks-teks khasanah klasik Islam atau yang biasa disebut Kitab Kuning. Saya akan mulai dari mengutip sebuah  ayat dan Hadist yang biasa dipakai oleh :  

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (Annur 32) 


"Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, mkaa hendaklah dia menikah. Kerena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan Barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menadi perisai baginya: (HR Bukhori-Muslim)

Jika dilihat dari ayat dan hadis di atas, maka sangat jelas bahwa anjuran menikah yang paling utama adalah menghindarkan dari ketidakmampuan mengontrol gairah seks bagi orang yang sudah dewasa. Olehkarenanya hanya dengan menikah penyaluran kebutuhan seks akan menjadi halal dalam sebuah ikatan pernikahan. Namun demikian, tentu saja pemahaman terhadap kata rekreasi bukan identik dengan hubungan seksual saja. Makna Rekreasi itu lebih dekat dengan kesenangan. Artinya bahwa dua individu yang dikaitkan dalam sebuah ikatan pernikahan seharusnya bisa merasakan kebahagiaan yang berlimpah. 

Sayangnya, realitas yang kita temui, banyak orang menikah untuk berorientasi pada memiliki keturunan. Ini tidak salah. Tetapi orientasi menikah ingin memiliki keturunan, akan berakibat tidak baik jika ternyata dalam perkawinan keturunan tidak didapatkan. Maka, dampaknya bisa negatif. Misalnya pihak suami menginginkan mengambil istri ke dua untuk mendapatkan keturunan. Atau pihak istri bisa saja stress dan merasa tidak berarti. 

Meletakkan pernikahan bukan sebagai tujuan mencari keturunan, juga akan mereduksi cara pandang sosial terhadap pasangan yang tidak memiliki keturunan dalam sebuah pernikahan. Karena sebenarnya ada banyak kebahagiaan di dalam pernikahan yang bisa didapatkan selain hanya memiliki anak. Kebahagiaan yang tak terkira inilah yang diharapkan di dalam Islam, muslim mampu menggali dan menikmatinya, sehingga berkah dalam hidup pernikahan selalu terasa. 

Pernikahan juga bukan sebuah kewajiban. Karena di dalam islam, menikah tidak diwajibkan, tetapi dianjurkan bagi individu yang sudah merasa mampu secara materi atau merasa tidak mampu mengendalikan hawa nafsu. Mekanisme pernikahan ini tentu saja bukan hanya untuk melampiaskan nafsu, tetapi mengikat kedua individu untuk saling belajar menghormati, mengasihi dan seumur hidup bersama mencari kebahagiaan dalam pernikahan tersebut. Dalam kondisi yang tidak memungkinkan, menikah bisa jadi haram jika niatnya tidak baik. Semoga pernikahan tetap dipercaya sebagai institusi kebahagiaan. ***



[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment