Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

A framework for Improving the health of adolescent girls  

14.2% remaja di dunia menikah di usia dibawah 18 tahun. Setiap 10 detik remaja mencari cara untuk aborsi. 10.1% remaja terinfeksi dengan HIV/AIDS. 21% dari total populasi remaja mengalami ganguan mental dan 150 juta remaja merokok. Data-data diatas dipaparkan oleh Dr. Babatunde Osotimehin, executive director UNFPA dalam side event yang diselenggarakan oleh Perwakilan permanent Indonesia di UN pada tanggal 4 February 2014. Angka-angka yang dilaporkan oleh UNFPA seharusnya bisa mendorongkan urgensi kita bicara tentang kesehatan reproduksi dan seksual remaja dalam framework pembangunan pasca MDGs. Ibu Nila Moeloek dari UKP4 memberikan penekanan yang sama pada pembukaan forum dengan menegaskan posisi Indonesia pada kesehatan reproduksi dan seksual yang menekankan pada food security, good nutrition dan family planning dianggap bisa menghantarkan pada perbaikan situasi kesehatan reproduksi dan seksual perempuan dan anak-anak perempuan.

Deputi Permanent Reprsentative of Brasil di PBB, bapak Gullherme de Agular Patriota berbagi tentang praktek terbaik dari negaranya terkait dengan bagaimana kebijakan Brasil menangani kespro dan seksual dengan membuka departemen khusus untuk mengelolah kebijakan terkait dengan perempuan dan kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Brasil memberikan perhatian khusus pada isu Kesehatan reproduksi dan kesehatan terkait dengan orang hidup dengan HIV/AIDS dan memiliki cross cutting isu dengan kebijakan pemberantasan kemiskinan. Praktek terbaik lain terkait dengan meningkatkan kualitas hidup anak-anak perempuan adalah menerapkan sistem simbiosis mutualisme antara kebijakan panjangnya waktu sekolah anak-anak dengan ketersediaan makan siang yang disupply dari pengusaha kecil disekitar sekolah tersebut. Berharap dengan sistem ini maka pemenuhan gizi anak-anak perempuan tercapai dengan memberdayakan pengusaha kecil di tingkat lokal.

Dr. Jeni Klugman, director on gender and development, Bank Dunia menegaskan kembali pentingnya memiliki data terpilah. Bukan saja pada kategori jenis kelamin, tapi juga membuka akses informasi data terpilah dengan perspektif gender untuk bisa diakses oleh publik. Usulan terkait dengan data adalah bagaimana semua data terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan dan anak perempuan dapat terupdate secara regular dan dapat diakses oleh publik. 

Menanggapi presentasi dari nara sumber, beberapa catatan melengkapi diskusi sesi ini adalah sebagai berikut; pertama, Pak Wicaksana Sarosa dari Partnership Indonesia memberikan penekanan pada pentingya penguatan partisipasi perempuan di politik agar perempuan bisa terlibat langsung dalam pengambilan keputusan. Karena tercukupkannya perempuan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan kesehatan reproduksi dan seksual akan membantu melahirkan sebuah kebijakan yang pro gender sensitive terkait dengan kesehatan reproduksi dan seksual. 

Kedua, peserta dari Brasil juga menekankan pentingnya melibatkan anak laki-laki dalam advokasi kesehatan reproduksi dan seksual karena masaah kespro bukan hanya masalah perempuan, karena laki-laki juga penting memahami pentingnya kespro perempuan dalam konteks pembangunan. Ketiga, Ruby dari Indonesia memberikan masukan tentang tumbuhnya fundamentalisme di dalam tubuh pemerintah yang berpengaruh pada lahirnya kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan dan terkait dengan kesehatan reproduksi dan seksual perempuan. tingginya angka anak-anak perempuan yang bermigrasi juga harus menjadi perhatian kita semua bagaimana pemenuhan kespro mereka. Perbinacangan tentang kesehatan reproduksi dan seksual tanpa bicara tentang kekerasan seksual dan gender based violence maka kosong. Korban kekerasan seksual dan berbasis gender banyak dialami oleh anak-anak perempuan dimana bukan saja tidak mendapatkan keadilan tapi juga belum banyak tertangani proses rehabilitasinya, resitusi dan kompensasi. Terakhir, pembicarakaan tentang kesehatan reproduksi dan seksual hendaknya tidak meninggalkan dokumen penting yang sudah ada seperti CEDAW, ICPD dan Beijing plaf form. 

Akhirnya, Laksmi Puri , asistent secretry general UN Women, menutup sesi dengan memberikan penekanan pada isu kunci seperti akses dan control terhadap sumber dan akses bagi perempuan dan anak peremuan, menghakhiri segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan berbasis gender. Dan akhirny bagaimana menjadikan isu kespro ini bagian penting dari framework pembangunan pasca MDGs.*** 


[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment