Sexuality of Muslim Women

This blog is dedicated for muslim women, who want to explore their knowledge and experiences on sexuality in the perspective of religions and social sciences

Kekerasan Seksual dan Jurnalisme "Tidak Sensitif"  

Kekerasan Seksual yang menimpa siswa Jakarta International School (JIS) begitu menyita perhatian publik. Dalam waktu sekejap, publik dihadapkan pada intensitas update berita yang memperluas spektrum kasus kekerasan seksual itu sendiri. Proses hukum kasus kekerasan seksual memang sedang dijalankan oleh pihak kepolisian dimana penyelenggara pendidikan JIS dimintai keterangan satu persatu terkait dengan kondisi keamanan sekolah, mekanisme perlindungan anak-anak, sampai pada mekanisme seleksi pegawai di JIS, yang banyak mengandalkan sistem outsourcing. Sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga secara intensif mendorong penyelesaian jalur hukum dan juga rehabilitasi anak. Bahkan dari Berita Tagline TV One malam ini, ada 50 orang tua wali murid yang mendatangi KPAI untuk meminta perlindungan karena khawatir anak-anak mereka akan menjadi korban berikutnya. 

Sementara para pekerja media semakin gencar meluaskan spektrum kasus, bukan saja melihat siapa aktornya, tetapi juga membedah sisi history dari pelaku kekerasan seksual pada anak, yang ternyata korban dari Pedophilia seorang "bule" dipanggil Havey pada saat dia berusia 14 tahun. Media juga mengembangkan analisis pada anatomi kasus sexual abuse itu sendiri dengan mengupas bagaimana cara pelaku memperangkap korban-korbannya. Disinilah, tulisan ini kemudian terinspirasi dari sebuah pemberitaan di sebuah media online tentang kasus JIS dimana media sudah "tersesat" cukup jauh dalam mengekspose kasus kekerasan seksual pada anak.

Pertama, bahwa kasus kekerasan seksual anak adalah tema utama dimana seharusnya banyak diberikan perhatian. Memberikan perhatian pada korban terkait dengan kasus ini akan memberikan kekuatan pada korban bukan saja pada kasus JIS, tapi juga kasus-kasus yang lainnya. Termasuk juga bagaimana keluarga dan teman-teman menjadi pihak yang menerima dan melindungi korban. 

Kedua, bahwa kasus kekerasan seksual pada anak terjadi karena lingkungan dimana anak belajar dan bermain tidak aman. Sehinggga perlu media menungkapkan segala aspek kebijakan JIS mengapa membiarkan siswa yang masih TK ke toilet seorang diri. Tentu saja analisis bisa dikembangkan pada sistem rekruitment pegawai yang mungkin tidak menggunakan screening profesional, sehingga pihak JIS tidak memperhatikan latar belakang dan kondisi psikologi pegawai mereka. Pegawai ini termasuk juga guru dan tenaga kebersihan. Jika pihak JIS menyangkal bahwa mereka melakukan outsourching, maka tentu ini sangat mudah dipatahkan bahwa seharusnya untuk kepentingan perlindungan anak-anak, pihak sekolah bisa lebih memperhatikan calon pekerja dengan lebih serius. Tes kejiwaan atau psikologi tentu akan mendukung membaca karakter setiap calon pegawai. 

Ketiga, tentu penting untuk menuntut peran negara. Dimana kementerian pendidikan dan kebudayaan juga memiliki andil besar pada terjadinya kasus ini. Nah, media seharusnya bisa mengorek keterangan dari pihak Dikbud bagaimana mungkin JIS sebuah sekolah berkelas bisa luput dari monitoring negara, apalagi ternyata TK JIS belum mengantongi ijin beroperasi di Jakarta. Bukan hanya itu, tetapi pihak DikBud juga harus berani bertindak tegas pada pemilik JIS dan guru-guru yang seharusnya bisa mengenali situasi tidak aman ini dari murid. KArena karakter anak-anak yang jujur dan polos, tentu bisa tercium jika ada kejadian janggal, apalagi mengganggu kenyamanan dan keamanan anak. 

Tentu saja masih banyak hal lain yang bisa diekspose oleh media, untuk membentuk kesadaran publik dimana kekerasan seksual pada anak tidak bisa ditoleransi. Termasuk pihak-pihak yang secara langsung dan tidak langsung ikut urun dalam kasus tersebut. Jurnalisme yang tidak berpihak sama seperti melakukan kekerasan seksual kedua kalinya pada korban. Jadi, kawan-kawan jurnalis juga harus peka dan mulai mengubah maintream dari "bad news is good news" menjadi "good news is great news". Karena wacana yang dibangun oleh media memiliki kekuatan membangun kesadaran alam bawa sadar manusia. Sehingga setiap kalimat yang ditorehkan, tentu mengandung konsekuensi mendalam. ***


[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

0 comments

Post a Comment